PRINSIP TITIPAN ATAU SIMPANAN (WADI’AH)
A. Pengertian, Rukun dan Syarat Wadi’ah (Titipan)
Al-wadi’ah dapat diartikan sebagai titipan murni dari satu pihak ke pihak lain,
baik individu maupun badan hukum yang harus dijaga dan dikembalikan kapan saja
sipenitip menghendaki. Pada dasarnya penerima simpanan adalah yad al-amanah
(tangan amanah) artinya tidak bertanggungjawab atas kehilangan atau kerusakan
yang terjadi pada aset titipan selama hal ini bukan karena kalalaian penerima
dalam memelihara barang titipan. Akan tetapi dalam aktivitas perekonomian
modern penerima simpanan tidak mungkin akan meng-idle-kan aset tersebut tetapi
mempergunakannya dalam aktivitas perekonomian tertentu.
Karenanya harus memenita izin dari penitip untuk kemudian
mempergunakan asetnya dengan menjamin akan mengembalikannya secara utuh. Pihak
penerima titipan dapat membebankan biaya kepada penitip sebagai biaya
penitipan.
Bank sebagai penerima simpanan dapat memanfaatkan titipan
atau simpanan tersebut untuk tujuan: giro dan tabungan berjangka. Konsekuensi dari
tangan penanggung ini (bank), semua keuntungan yang dihasilkan dari dana
titipan tersebut menjadi milik bank, demikian juga bank adalah penanggung
seluruh kumungkinan kerugian. Sebagai imbalan penyimpan memperoleh jaminan
keamanan terhadap asetnya juga fasilitas giro lainnya.
Bank tidak dilarang untuk memberikan semacam insentif berupa
bonus dengan catatan tidak disyaratkan sebelumnya dan jumlahnya tidak
ditetapkan dalam nominal atau persentase secara advance, tetapi merupakan
kebijakan dari manajemen bank.
a.
Pengertian Wadi’ah
Dalam
tradisi fiqih islam, prinsip titipan/simpanan dikenal dengan prinsip wadi’ah.
Al-wadi’ah dapat diartikan sebagai titipan murni dari satu pihak ke pihak lain,
baik individu maupun badan hukum, yang dijaga dan dikembalikan saja si penitip
menghendaki.
b. Rukun Wadi’ah
1.
Orang yang berakad, yaitu :
-
Pemilik barang / penitip (muwadi’)
-
Pihak yang menyimpan / dititipi
(mustauda’)
2.
Barang / uang yang dititipkan
(wadi’ah)
3.
Ijab qobul / kata sepakat (sighot)
c. Syarat Wadi’ah
1.
Orang yang berakad harus :
-
Baligh
-
Berakal
-
Cerdas
2.
Barang titipan harus :
-
Jelas (diketahui jenias /
indentitasnya)
-
Dapat di pegang
-
Dapat dikuasai untuk di pelihara
B. Landasan Syari’ah
1. Al-Qur’an
Al-wadi’ah adalah
amanat bagi orang yang menerima titipan dan ia wajib mengembalikannya pada
waktu pemilik memintanya kembali. Allah berfirman :
Artinya:
Sesungguhnya Allah
menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya……………..
(An-Nissa : 58)
Artinya:
….. jika
sebagian kamu mempercayai sebagian yang lain, Maka hendaklah yang dipercayai
itu menunaikan amanatnya (hutangnya) dan hendaklah ia bertakwa kepada Allah
Tuhannya………..(Al-Baqarah : 283)
2. As-Sunnah (Al-Hadits)
عن
ابى هريرة قال : قال النبى صرم ادالامانة الى من ائتمنك ولا تخن من خنك
Artinya :
Abu Hurairah meriwayatkan bahwa Rasulullah SAW
bersabda : “Sampaikanlah (tunaikanlah) amanat kepada yang berhak menerimanya
dan jangan membalas berkhianat kepada orang yang telah menghianatim
3. Ijma’
Para tokoh ulama
islam sepanjang zaman telah melakukan ijma’ (konsesus) terhadap legitimasi
Al-Wadi’ah karena kebutuhan manusia terhadap hal ini jelas terlihat
C.
Jenis Wadi’ah
1. Yad Adh
DhamanahYaitu
akad penitipan barang / uang, dimana pihak penerimaan titipan dapat
memanfaatkannya dan harus bertanggung jawab atas kerusakan dan kehilangan.
2. Yad Al-Amanah
Yaitu titipan
murni, yang artinya orang yang diminta untuk menjaga barang titipan diberikan
amanat / kepercayaan untuk menjaga barang tersebut dari segala hal yang dapat
merusaknya. Perbedaan :
a. Yad Adh-Dhamanah
-
Obyek boleh
dimanfaatkan
-
Kerusakan
ditanggung pengguna
-
Biaya perawatan
ditanggung pengguna
b. Yad Al-Amanah
-
Obyek tidak
boleh dimanfaatkan
-
Krusakan
ditanggung oleh pemilik
-
Biaya perawatan
ditanggung pemili
D. Aplikasi Perbankan
Bank
sebagai penerima simpanan dapat memanfaatkan wadi’ah untuk tujuan :
1.
Giri
2.
Tabungan
Sebagai konsekuen dari yad-Adh
Dhamanah, semua keuntungan dihasilkan dari dana titipan tersebut menjadi milik
bank (juga menanggung seluruh kemungkinan kerugian), sedangkan si penyimpan mendapat
imbalan jaminan keamanan terhadap barangnya dan juga bank tidak dilarang
memberikan bonus yang merupakan kebijakan dari manajemen bank.
Dalam perbankan modern yang penuh
dengan kompetensi, insentif atau bonus semacam ini dijadikan sebagai banking policy
untuk merangsang semangat menabung yang sebagai indicator kesehatan bank
Tidak ada komentar:
Posting Komentar